Cucu pendiri Nahdlatul Ulama yang punya nama Kiai Haji Abdurrahman Wahid merupakan salah satu tokoh nasional yang banyak mewarnai perjalanan bangsa Indonesia. Gus Dur adalah pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada era (klik di sini) reformasi. Partai yang kini menjadi rebutan bak kue yang enak disantap.
Gus Dur sangat berani dalam mengumandangkan dan merefleksikan demo-(klik)-krasi di tanah air. Dunia mengakui sosok tokoh yang pernah dijuluki kamus berjalan. Pasalnya kalau ditanya dapat menjawab sesuai dengan suasana pada saat itu, artinya selalu enak dicerna dan mudah dipahami audience-nya. Hobi membacanya terus dikembangkan sejak usia muda yang pada akhirnya membuahkan berbagai karya monumental. Banyak tulisan beliau yang mewarnai khazanah ilmu pengetahuan, demikian pula tidak sedikit yang menulis tentang dirinya. Boleh dikatakan, tulisan tentang dirinya, baik yang bersifat menentang, bersikap menghujat, maupun yang terang-terangan menghakimi beliau. Allah SWT telah memanggilnya pada saat bangsa Indonesia menghadapi gonjang-ganjing polemik dan rintang pendapat tentang Korupsi. Gonjang-ganjing itu seolah-olah dihentikan dengan langkah gontai mengiringi kepergian Sang Maestro Demokrasi Indonesia yang meninggal dunia pada Rabu (30/12/2009) sekira pukul 18.45 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Gus Dur meninggalkan seorang istri, Shinta Nuriyah dan empat orang anak, masing-masing: Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zanuba Arifah, Anita Hayatunnufus, dan Inayah.
Perjalanan hidupnya dimulai dari Jombang, tempat ia dilahirkan pada 4 Agustus 1940. Pendidikannya dimulai dari SD di Jakarta 1953; SMEP Yogyakarta 1956. Gus Dur melanjutkan ke pesantren Tambakberas, Jombang 1963. dan meneruskan kuliah di Universitas al-Azhar, Department of Higher Islamic and Arabic Studies, Kairo dan Fakultas Sastra, Universitas Baghdad, Irak 1970.
Pada 1959-1963 sebagai guru Madrasah Mu'allimat Jombang; 1972-1974 Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy'ari Jombang; 1974-1979 Sekretaris Pesantren Tebuireng Jombang dan 1976 konsultan di berbagai Departemen Dalam Negeri dan Pengasuh Pondok Pesantren Ciganjur Jakarta sampai dipanggil Ilahi Rabbi.
Sebelum menjabat Presiden RI ke-4. menduduki jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 1984-2005 (empat periode). Selamat Jalan Gus Dur, engkau tidur panjang, semoga mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di alam kubur, semoga Allah SWT perkenankan amal shalih dan menerima taubatnya serta semoga Allah SWT kabulkan ia memasuki sorga-Nya, Allahumma amin. (Alumni PMII (klik di sini) Kota Bandung)
*
Gus Dur sangat berani dalam mengumandangkan dan merefleksikan demo-(klik)-krasi di tanah air. Dunia mengakui sosok tokoh yang pernah dijuluki kamus berjalan. Pasalnya kalau ditanya dapat menjawab sesuai dengan suasana pada saat itu, artinya selalu enak dicerna dan mudah dipahami audience-nya. Hobi membacanya terus dikembangkan sejak usia muda yang pada akhirnya membuahkan berbagai karya monumental. Banyak tulisan beliau yang mewarnai khazanah ilmu pengetahuan, demikian pula tidak sedikit yang menulis tentang dirinya. Boleh dikatakan, tulisan tentang dirinya, baik yang bersifat menentang, bersikap menghujat, maupun yang terang-terangan menghakimi beliau. Allah SWT telah memanggilnya pada saat bangsa Indonesia menghadapi gonjang-ganjing polemik dan rintang pendapat tentang Korupsi. Gonjang-ganjing itu seolah-olah dihentikan dengan langkah gontai mengiringi kepergian Sang Maestro Demokrasi Indonesia yang meninggal dunia pada Rabu (30/12/2009) sekira pukul 18.45 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Gus Dur meninggalkan seorang istri, Shinta Nuriyah dan empat orang anak, masing-masing: Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zanuba Arifah, Anita Hayatunnufus, dan Inayah.
Perjalanan hidupnya dimulai dari Jombang, tempat ia dilahirkan pada 4 Agustus 1940. Pendidikannya dimulai dari SD di Jakarta 1953; SMEP Yogyakarta 1956. Gus Dur melanjutkan ke pesantren Tambakberas, Jombang 1963. dan meneruskan kuliah di Universitas al-Azhar, Department of Higher Islamic and Arabic Studies, Kairo dan Fakultas Sastra, Universitas Baghdad, Irak 1970.
Pada 1959-1963 sebagai guru Madrasah Mu'allimat Jombang; 1972-1974 Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy'ari Jombang; 1974-1979 Sekretaris Pesantren Tebuireng Jombang dan 1976 konsultan di berbagai Departemen Dalam Negeri dan Pengasuh Pondok Pesantren Ciganjur Jakarta sampai dipanggil Ilahi Rabbi.
Sebelum menjabat Presiden RI ke-4. menduduki jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 1984-2005 (empat periode). Selamat Jalan Gus Dur, engkau tidur panjang, semoga mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di alam kubur, semoga Allah SWT perkenankan amal shalih dan menerima taubatnya serta semoga Allah SWT kabulkan ia memasuki sorga-Nya, Allahumma amin. (Alumni PMII (klik di sini) Kota Bandung)
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar